Rabu, 07 September 2022

Tolak Ukur Kemuliaan

                                                        

                                       Canting minyak tanah, modal e emakku membesarkan aku
 

QS 43 : 53 

Tolak Ukur Kemuliaan


Dalam QS 43 : 53 Fir'aun memberikan alasan mengapa Nabi Musa tidak pantas memperoleh kemuliaan dan tidak layak diimani sebagai rasul, karena ia tidak memiliki gelang-gelang emas sebagai tanda ia kaya, dan tidak didampingi malaikat-malaikat sebagai tanda ia seorang rasul. Dengan demikian Fir'aun membuat tolok ukur kemuliaan itu adalah dengan kekayaan, dan tolok ukur kebenaran pada hal-hal yang kasat mata. Ini terjadi setiap zaman sering kita terpengaruh oleh sesuatu yang dhohir dan meremehkannya, padahal di QS 3 : 102 tolok ukur kemuliaan di sisi Allah SWT dilihat dari DERAJAT KETAKWAAN seseorang. Bukan dari fisiknya, ilmunya, kecerdasannya, kekuatannya dan sebagainya melainkan dari tingkat ketakwaannya kepada Allah SWT. 


Allah menciptakan manusia di QS 49 : 13 dengan berbagai bentuk, suku, warna kulit, budaya dan bahasa. Tujuannya agar satu sama lain bisa mengambil manfaat, pelajaran, bisa bekerja sama dan saling tolong menolong.


Dengan kasih sayangnya Allah berbagai keberagaman kita bisa hidup rukun dan damai❤️inilah inti dari kasih sayang ini adalah ketakwaan.


Mengapa yang dipakai yang paling taat, tidak pakai yang paling pintar? Seandainya yang pakai paling pintar maka banyak yang tidak bakal masuk. Kita bukan termasuk ulama, cendekiawan. Hanya orang biasa saja, orang awam.

Orang yang punya ilmu kewajibannya juga berat. Harus dilakoni, harus mau ngajari yang belum bisa. Seperti ini termasuk anugerahnya Allah, berarti ilmu bukan menjadi ukuran..

Ukuran untuk derajat paling tinggi lainnya bukan pangkat dan kedudukan. Kalau ukuran di sisi Allah untuk mencapai surga adalah yang tinggi pangkatnya, maka hanya orang tertentu saja yang masuk kategori tersebut.

Jika ukurannya dari kekayaan maka banyak orang yang tidak masuk. Ilmu, pangkat dan kekayaan akan menjadi faktor yang menentukan posisi di sisi Allah jika dipakai untuk bertakwa ke Allah.


Orang yang sungguh-sungguh taat kepada Allah, insya Allah dalam melakukan apapun didasari dengan kesadaran. Sehingga hatinya akan tentram. Bekerja, menafkahi keluarga, bermasyarakat, didasari dengan kesadaran bahwa ini memang perintahnya Allah. Rukun, tolong menolong, menjauhi pertengkaran juga perintah Allah. Jika kita sungguh-sungguh Allah akan memberi anugerah bisa membedakan dan merasakan. Sebagai contoh kalau sudah terbiasa jujur, sekali diajak tidak jujur dalam hati akan tidak nyaman. Sudah terbiasa mencari rejeki yang halal koq diajak menipu dalam hati pasti sudah tidak bisa menerima. Wallahu'alam bishawab❤️

Pernah saya tidak jujur, karena saya tidak tega melihat Jessica sakit. Saya takut kalau dia mati dan saya disalahkan. Maka saya kabari ibunya kalau kami lagi di rumah sakit dan beliau akan menemui untuk memberi motivasi, namun beda kejadiannya ternyata malah menangis menjadi-jadi sampai aku takut kalau mereka tak terpisah bisa-bisa aku ketahuan. Cukup lama mereka bertemu sampai saya beneran takut kalau dicurigai bertemu walau saat itu sopir tidak tahu kejadiannya. Ibu dan neneknya senang, namun itu sebenarnya seperti candu yang membuat kecanduan sehingga Jessica dalam 1 minggu bisa sakit 3 kali dan mengajad ke UGD dengan harapan aku menelpon ibunya lagi.

Aku komitmen dengan ibunya Jessica kalau hal ini taruhannya adalah pekerjaan saya, "kalau ketahuan maka saya akan dikeluarkan bu". Ibunya dan Jessica janji kalau gak bakal membocorkan hal ini. Namun kenyataannya ibunya Jessica entah bagaimana ceritanya sehingga membuat ibunya Dhea atau bahkan ibu-ibu lainnya tahu pertemuan kami. Beliau minta maaf pada saya karena keceplosan dan beliau menjelaskan bukan karena Jessica tidak bisa dipercaya. Sejak itulah saya tidak akan percaya lagi pada orang lain. Hal itu justru mencelakakan saya dan membuat galau jiwa saya.

Namun sungguh kejujuran itu penting. Entah karena chat apa, akhirnya u Yus tahu kalau kami bertemu dan U Yus marah "silahkan selesaikan sendiri masalahnya, karena ustdh yang memulai". Wuih seperti disambar petir hati saya. Galau, takut, mangkel dengan ibunya Jessica. Tapi sungguh karena hati saya sudah banyak masalah, saya siap untuk dikembalikan ke Surabaya bahkan siap untuk dikeluarkan. Saya minta maaf ke U Yus karena perbuatan saya dipicu oleh rasa takut kalau beneran sakit. Ternyata U Yus lebih faham kalau itu adalah pola perbuatan anak yang tidak kerasan. 

Itulah buah ketidak jujuran, saya tidak aman karena orang lain belum tentu bisa dipercaya dan justru membuat nama diriku jelek di mata orang lain.   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar