3
Lelakiku
Nasihat buat anak-anakku,
mengajak mereka berlogika dengan kenyataan yang ada sekarang ini. Lelah belajar
masih ada yang memberi makanan yaitu orang tua, bahkan kemungkinan besar masih
dalam tanggung jawab orang tua, namun ketika anak sudah usia kerja namun belum dapat
kerja yang mapan bahkan belum dapat pekerjaan maka itu akan sangat memalukan
dan mungkin malah ke arah menyebalkan. Karena saat itu pastinya sudah usia
dewasa, usia saatnya mandiri. Saat usia sekolah anak berlelah lelah belajar
masih ada tempat untuk curhat, untuk mencari bantuan ke guru dan orang tua.
Motivasi dari guru dan orang tua sangat membantu. Saat usia kerja yang ada
hanya kata “kasihan kamu belum bekerja, usia terus bejalan dan kamu akan segera
menikah”
“Nak, lelah belajar di mana-mana
kamu sekolah pasti itu dialami oleh semua orang. Semua sekolah memiliki target
untuk yang terbaik buat muridnya, maka guru dan ortu akan selalu membantumu dan
hanya kamu saja yang bisa membuat kamu sukses dengan ketahanan semangatmu”.
Lelah menghafal Quran itu lebih
baik daripada lelah belajar mata pelajaran lainnya. Lelah menghafal quran pasti
jaminan sorga, membaca satu huruf dihitung satu kebaikan Alif 1 Lam 1 Mim 1.
Lha kamu malah menghafal, pastinya kamu baca berulang kali berapa pahala yang
kamu peroleh nak, tak terhitung. Lelah menghafal pelajaran belum tentu sukses
di dunia apalagi di akhirot. Apalagi kondisi saat ini orang lagi sulit mencari
kerjaan. Fakta di sekeliling kita, Dek oni, ponakannya abi saja yang lulusan
Universitas Indonesia ada jeda untuk mendapatkan pekerjaan. Dek Osi yang akan
menikah juga tiba-tiba terkena PHK, pindah tempat baru lagi, nggojekpun dilakoni.
Dia diminta bekerja dengan Om Final tidak mau karena bekerja dengan saudara itu
banyak sungkannya dan mungkin merasa kurang bebas untuk mengaktualisasikan
diri. Mas Rizki juga bekerja dengan bu Dhe nya sebagai administrasi kantor
penyaluran tenaga kerja ke Jepang, yang secara keilmuan tidak nyambung dengan
pelajaran kuliahnya. Apalagi kalau melihat anak-anak muda yang pekerjaannya
ngamen, miris melihatnya.
Nak, Lelah belajar umi abi masih
mengirimkan uang saku, makanan dan juga menjemput dan mengantarmu belajar,
namun jika lelah mencari kerja, tidak menemukan pekerjaan yang sesuai
cita-citamu maka kamu yang paling merasa malu dan menderita karena tidak
mempunyai penghasilan yang cukup untuk melamar gadis pujaan hatimu. Harga
dirimu akan diremehkan mertuamu dengan ketidakmapananmu.
Nak, umi sangat terpukul
mendengar pernyataanmu “Mi, aku sudah hampir menemukan bakatku, namun umi
masukkan aku di Sulaimaniyah”. Astagfirulloh, maafkan umi nak, percayalah kalau
kamu jadi pemain olah raga itu badanmu yang diforsir dan usia belum terlalu tua
kamu sudah akan mengalami pension karena ragamu ada batas maksimalnya. Namun
jika kamu mengabdikan hiudpmu dengan hatimu dan pikiranmu itu tak terbatas
waktu, tak terbatas kondisi fisik, asal mulut masih bisa bicara otak masih
berjalan akan terus manfaat hidupmu..
Nak, umi rela berapapun biayanya
buat menuntut ilmu agama, asalkan kamu nyaman dan bahagia belajar, umi akan
ikut. Umi ingin memuliakan anak-anak pencari ilmu agama dan penghafal quran.
Umi ingin berperan dan membekalimu dengan ilmu dunia akhirot. Umi meniru Mbah
Ti dan Mbah Kung yang membekali umi dan tante dengan ilmu sehingga bisa
mengarahkan kalian berlima untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik dari
umi dan Abi. Mbah Ti dan Mbah Kung, beliau ikut memberi andil dalam kehidupan
kalian melalui umi.....alfatihah buat Mbah Ti dan Mbah Kung...aamiin
Waktu berjalan 2,5 tahun ketika itu Riza harus ujian putaran 10, artinya 10 halaman terakhir dari 30 juz dalam Al Quran. Dia mengalami kejenuhan saat harus memperlancar semuanya. Persiapan dilakukan selama 1 bulan, stres pingin keluar pondok untuk jalan-jalan namun kami belum ada waktu untuk menjenguk. Dia sabarkan dirinya. Riza tidak mau menceritakan di telepon apa yang terjadi dengan ujiannya. Alhamdulillah saat kami ke sana dia bercerita "Mi, aku belum lulus. Aku diminta abi meneruskan ayat sebanyak 10 kali, namun aku diminta belajar lagi. Artinya aku belum lulus Bi". Santai saja kami berdua menanggapi kondisi itu "Yo ra popo le, pasti nanti ujian berikutnya kamu lebih lancar". "Njih Mi, doakan hari Rabu ujian maleh".
Dia itu anak yang menjaga perasaan kami, temannya dan pondoknya. Kegagalan tidak bercertia supaya kami tidak sedih. Keburukan temannya selalu ditutupi karena dia merasa itu aib orang lain. Dia juga tidak menceritakan kondisi fisik pondoknya, misalnya kasur kurang empuk, kamar mandi bocor dan lain-lain. Dia menganggap dan bercerita seakan tidak ada masalah ditempat dia mondok. Bahkan saat di Jombang, aku menangis karena menu makanannya hanya nasi, kuah dan sepotong tempe/tahu bahkan iwak asin, minum air sumur tidak sekalipun dia bercerita, kecuali kami menanyainya dengan detail.
Seminggu berikutnya, tiba jadwal nelpon dan dia bercerita kalau sudah lulus dan bahkan mendapat hadiah. " Apa le hadiahnya?" tanyaku penasaran. " Aku jadi ketua pondok Mi" katanya sambil ekspresi datar saja. "Alhamdulillah. Selamat ya Le semoga kamu bisa menjalankan amanah ini".
Kembarku di Pondok Al Furqon Bumiaji Batu, Jatim
Riza bersama sekelompok Abi Syahrul
Riza bersama kelompok tahfidnya, makan malam Ahad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar