Respon Istri terhadap Suami
Memilih suami atau istri memang kuasa manusia dengan berbagai pertimbangan kriteria, meskipun tiada yang sempurna. Memang dalam berumah tangga yang diharapkan bukan mencari sempurna namun saling menyempurnakan, karena tidak ada yang sempurna di dunia ini.
Ada sebuah kisah, Seseorang diperintahkan gurunya untuk memilih bunga di suatu taman. Syaratnya tidak boleh kembali ke belakang. Maka orang itu akan berharap akan mendapatkan yang lebih indah, lebih indah terus dan pada akhirnya dia menyesal karena di akhir pemilihan tidak mendapatkan yang seindah dari yang telah dilaluinya. Itulah ibaratnya seseorang dalam memilih jodoh. Maka dalam islam mengajarkan, jika telah datang laki-laki yang baik maka segeralah mengambil keputusan untuk menikah.
Ada juga sebuah cerita seorang pria diminta memilih wanita sebagai calon istrinya di suatu gedung bertingkat dengan syarat tidak boleh kembali ke lantai gedung yang telah dilewatinya. Di lantai 1 menemukan wanita yang pinter masak, dia gak mau..... pingin lainnya. Di lantai 2 menemui wanita yang pinter macak....dia gak mau juga, pingin lainnya. Terus dia gak mau dan tetap berharap di lantai teratas dia akan mendapatkan wanita yang seperti yang dia inginkan, namun ternyata setelah di lantai akhir tidak ada wanita satupun di sana. Wah sedihlah dia.
Memang jodoh itu jalan bertemunya sangat mermacam-macam dan tidak terduga. Sama halnya dengan rezeki materi setelah menikah juga tidak terduga. Maka akan banyak sekali cara orang merespon kehadiran rezeki itu dalam rumah tangganya.
Sabahat ku mbak Panca. Beliau punya 3 anak, laki2, perempuan dan terakhir perempuan. Semua warisan di rumahnya dijual untuk menghidupi dirinya dan 3 anaknya karena suaminya yang telah di PHK sehingga tidak memberikan nafkah. Suaminya mendapatkan warisan kos-kosan dari orang tuanya dan mengelolanya sendiri. Suaminya memberikan uang pada anaknya, namun tidak memberikan nafkah pada istrinya. Mbak Panca mencari penghidupan dirinya dengan jualan nasi bungkus dan minuman di kampung. Dari situlah aku kenal mbak Panca dan akhirnya menjadi sahabatku. Mbak Panca cerita kalau suaminya selingkuh dan menggadaikan STNK Mobil. Namun mbak Panca sabar bilang "gak apa mbk itu adalah cobaanya suamiku, aku gak mau minta cerai demi anak anakku". Alhamdulillah kesabarannya memuai hasil, kini anak pertamanya sudah bekerja di Pertamina, anak keduanya lulus kuliah S1 dan anak ke 3 nya meninggal karena penyakit yang tidak kunjung ditemukan. Waktu dulu Mbak Panca aku temukan pikirannya agak kacau gitu, agak aneh namun kini semakin sabar menerima semua kondisi dirinya yang tinggal di rumah suaminya dalam keadaan kurang layak sebagai rumah tinggal. Namun Anaknya sudah sering memberikan uang kerjanya dan sudah akan menikah.
Sahabatku Mbak Ica, memiliki 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Suaminya di PHK dan dia bekerja sebagai tukang tambal ban. Saat memiliki uang dia memakai uang itu sendiri, beli lauk hanya untuk dirinya sendiri. Mbak Ica marah dan akhirnya membuat rumah sendiri bersama anaknya tanpa sepengetahuan suaminya. Suaminya tinggal sendiri di rumah warisan orang tuanya. Mbak Ica menghidupi dan menyekolahkan anaknya hingga lulus SMK. Mbak Ica hanya kadang menjenguk suaminya. Mbak Ica emosi menghadapi suaminya yang pelit dan tidak mau diberikan masukan, sampai suatu ketika cerai dengan uang biaya cerai dari mbak Ica. Suatu ketika suami meninggal sendiri di rumah nya dalam kondisi rumah yang kurang layak juga ditempati. Kini anak pertama Mbak Ica sudah bekerja dan bisa membelikan mobil buat mbak Ica yang sedang komo terapi kanker usus besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar