Senin, 22 November 2021

Pengamen

 

Seorang raja ingin dirinya dilukis. Di galeri istana yang berisi foto-foto raja-raja yang memerintah, belum ada lukisan dirinya.

Dipanggillah para pelukis terbaik di kerajaan tersebut. Di hadapan para pelukis, raja mengumumkan akan memberikan hadiah yang banyak kepada pelukis yang terpilih.

Raja ingin dirinya dilukis seperti halnya raja-raja sebelum yang terlihat gagah dan berwibawa. Mendengar hal itu, satu per satu pelukis mengundurkan diri dengan berbagai alasan.

Mereka memang penulis hebat, tetapi untuk menuruti keinginan raja tersebut, sangat sulit. Mereka takut lukisannya mengeewakan raja, dan akhirnya mendapat hukuman. Para pelukis berpikir tidak mungkin melukis raja yang satu kakinya pincang dan satu matanya buta terlihat gagah. Itu adalah hil yang mustahal.

Tinggallah seorang pelukis yang tersisa. Dia menyanggupi tantangan tersebut. Dia tahu risiko yang menyertai kesanggupannya. Namun, dia juga sadar bahwa itu kesempatan baik dan langka yang tidak boleh disia-siakan.

Setelah beberapa hari, pelukis itu berhasil menyelesaikan tugasnya. Pelukis yang lain meragukan hasilnya. Mereka menduga sesuatu yang buruk akan terjadi pada rekannya itu.

Pada hari yang ditentukan, pelukis membawa lukisannya ke istana. Lukisan itu diletakkan di meja berbentuk lingkaran. Berdiri, ditutupi kain putih bersih.

Raja mendekati lukisan tersebut. Suasana hening. Semua menahan napas. Yang terdengar hanya ketukan tongkat raja yang kian mendekat ke tempat lukisan itu.

Sampai di depan lukisan, raja diam sebentar. Semua yang hadir menundukkan kepala. Tak mampu membayangkan kalau raja sampai tersinggung dan murka.

Raja menarik kain putih pelan-pelan. Waktu seakan berhenti berputar. Tarikan itu terasa lama bagi siapa pun di ruangan itu.

Lukisan tersingkap sempurna. Semua kian tertunduk. Hanya raja yang berdiri mematung memandangi lukisan itu.

Sesungging senyum menghias wajah raja. Dia menatap dirinya dalam lukisan itu sedang naik kuda perang. Terlihat samping, sehingga kakinya yang cacat tidak terlihat. Di atas kuda itu, raja duduk gagah menggenggam busur panah. Sebuah anak panah diarahkan ke musuh, sehingga matanya yang buta seakan sedang membidik.

Raja berdehem. Darah hadirin kian berdesir. Mereka semakin tidak berani mengangkat kepala.

“Luar biasa! Aku suka lukisan ini,” kata raja.

Huft... Semua bernapas lega. Serentak mengangkat kepala, tersenyum, dan bertepuk tangan.

---

Tak banyak orang yang berani mengambil risiko. Hanya orang yang percaya dan mempunyai kompetensi yang sanggup melakukannya.

Banyak yang sebenarnya punya potensi. Sayang, nyalinya kecil. Daripada berhadapan dengan risiko, dia memilih mundur teratur.

Pun hanya dengan guru. Hanya sedikit guru yang berani mengambil risiko. Ketika ada peluang, tidak melihat hal tersebut sebagai kesempatan untuk membuat loncatan. Merekalah yang terlalu nyaman di zona nyaman. Baru mau bergerak ketika sudah ada yang mencoba.

Tentu saja guru yang seperti ini tidak pernah jadi pionir. Hanya pengekor. Selalu tertinggal. Hanya guru yang berani mengambil risiko yang bisa memimpin kemajuan. Pilih mana?

Cerita diatttas adaaalah realita kehidupan sekitar kita. Sejak Covid melanda dunia banyak jiwa menjadi kerdil. Selama WFH saja banyak pengamen yang singgah ke rumahku. Sampai-sampai aku jadi hafal dengan wajah wajah pengamen di rumahku.

Awal WFH aku berkenalan dengan mereka. Ada yang rumahnya daerah Panjang Jiwo, Kenjeran. Meraka sudah memiliki anak 2 atau 3. Ada juga segerombol pemuda yang sempat aku tanya, “Mas kerja di mana? Aku berpositif tinhking bahwa mereka mengamen hanya untuk hiburan, selingan, namun jawaban mereka sungguh membuatku males memberi walau hanya 200 rupiah “Gak kerja bu, ngamen dari pada menjadi pencuri”. Benar benar bikin males. Seandanya  aku tidak ingat pada kisah kyai yang mengaji di masjid Rungkut Harapan maka aku enggan memberi mereka. Cerita ustd itu sebagai berikut: Seorang kaya raya didatangi oleh seorang pengemis yang butuh makan, dia menyanggupi nanti siang dan siangnya dengan penuh harapan pengemis itu datang lagi, Si kaya menyanggupi, “nanti sore”. Si pengemis datang  lagi waktu sore,  tapi si kaya malah ,mengusir sehingga si pengemis semakin sedih dan dia datang ke tetangga si kaya yaitu seorang kafir. Si kafir bertanya, “Apa seh yang kamu minta hai pengemis, akan aku kabulkan semua yang kamu  minta”.  Si pengemis itu sangat senang dan bahkan akhirnya si kafir masuk islam karena melihat rasa syukurnya si pengemis. Sementara si kaya bermimpi bahwa rumah  dari emas yang akan jadi miliknya ternyata menjadi milik si kafir. Maka si kaya datang ke rumah si kafir dan akan menggantikan apa saja barang yang telah diberikan pada pengemis supaya rumah emas di sorga itu kembali jadi miliknya si kaya, namun itu tidak bisa karena dia telah melukai hati pengemis. Maka aku semales-malesnya dengan pengamen aku selalu memberi uang 2000. Kata anakku “Itu kebanyakan Mi, di tetangga kita aja hanya dikasi 500 dan bahkan diusir”.  Aku menasehati  mereka “ Kita doakan saja semoga mereka mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, yang halal, aamiin”.  Aku ingat kajian tafsir bersama dengan ustd prof Roem “ orang yang meminta-minta untuk memperkaya dirinya maka makanannya adalah api neraka”. Mungkin pengamen itu tidak juga menjadi kaya, namun mereka sebenarnya juga masih bisa bekerja yang halal dan tidak harus menjadi peminta-minta, toh juga ada orang yang mau menjadi pengangkat sampah, pemulung. Saya pikir pekerjaan mereka sangat membuat dirinya sebenarnya jijik, namun mereka melakukan demi mendapatkan makanan yang hala tanpa meminta-minta. Pengamene tidak berani mengambil resiko atas pekerjaan, misalnya rasa capek bekerja, tempat kerja yang kurang bersih, panas. Mungkin mereka berkata “yah gimana lagi itu yang aku bisa”.

 Salut deh pada pemulung dan pengurus sampah, pengangkut sampah perumahan yang rela mengurus lingkungan. Semoga kerja  mereka menjadi amal ibadahnya, aamiin.

Cerita di atas menggambarkan bahwa mind set pengamen itu kurang berani mengambil resiko, tidak mau hidup kotor. Mereka menggadaikan harga dirinya dengan diusir, diberi uang kecil, dipandang sebalah mata. Astagfirulloh aku membayangkan wajahnya tidak tega, apalagi membayangkan wajah 3 anaknya yang menunggu di sore hari hasil kerja bapaknya, makanya aku selalu memberi mereka. Padahal mereka memiliki tubuh yang kuat, lebih muda daripada pak Bambang bagian kebersihan di RT ku. Melihat fonomena itu sangatlah miris.

Sebagai ortu dan guru harus menanamkan mindset yang benar tentang suatu aktivitas menjemput rezeki yang halal. Maka aku menjadi sangat kepo alias strong Why ku semakin tinggi untuk mempunyai wawasan sebagai wirausaha dengan berbagai bidang dan peluang yang membuat anak dan muridku serta diriku semakin yakin bahwa Alloh akan memberi rezeki setiap umat yang mau berusaha. Ada seorng pengusaha kerajinan unik dia berkata “Di pasar itu banyak penjual beras, semuanya laku. Cicak yang merayap saja makanannya nyamuk yang terbang”.  Masyaalloh begitulah mindset pengusaha yang harus kita miliki.  Maka dari itu banyak webinar yang aku ikut untuk menambah wawasan dan motivasi serta keimanan .  

Suatu ketika aku mengikuti webinar orang-orang pengusaha, mereka begitu optimis memotivasi kami karena mereka pernah mengalami jatuh bangun sebelum kesuksesannya. Demikian juga dengan suamiku dan teman-temanku yang kini menjadi pengusaha, mereka berani menghadapi tantangan dan ketidaknyamanan. “Janganlah melihat kesuksesannya saat ini namun lihatlah dulu perjuangannya bagaimana” itu adalah dhawuhnya abi Ihya dan juga beberapa pengusaha yang diwawancarai oleh Yusuf Mansur di acara nikmatnya sedekat tiap jam 5 aku ikuti.

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar