Fardu Kifayah
22 September 2024
Kehendak Alloh menggerakkan hatiku silaturohmi ke personal yang pernah berjasa di UB. Pertama ke mbak Nanik, adek iparnya Prof Bagyo. Beliau tinggal di rumah yang sudah bagus saat ditinggal oleh suaminya, di daeran pesantren. Mbak Nanik suaminya sudah meninggal sehingga saat ini bersama dengan anak laki-lakinya. Beliau sudah pensiun dan masih menjalin hubungan dengan personal UB dengan cara meneruskan usaha sampingannya dulu, sehingga saat ini jadi usaha utama yaitu memasak dan menjual nasi bungkus. Saking enakknya dan sehat maka habisnya selalu banyak porsi. Beliau naik grab untuk membawa daganangnya. Karena cukup dekat maka grab juga murah 12k. Dari beliau maka sambung silaturohmi dengan Bu Prof Catur.
Prof catur adalah pembimbing PKL saya, mengukur kualitas air di Kalimas Surabaya dengan melihat COD, BOD, cacing sutra yang hidup di dasar sungai. Setiap lewat rumah makan Mojorejo saya ingat selalu bu Catur yang sukanya makan di depot itu. Dari kegiatan itu, saya mengamati cacing merah itu dalam satu koloni yang menyatu itu kepalanya, ekornya bergerak terus untuk mencari oksigen. Dari perilaku cacing merah itu saya menemukan sebuah filosofi bahwa dalam satu organisasi itu harus menyatukan pikiran dan terus bergerak untuk mencari oksigen itu artinya berjuang untuk mempertahankan kehidupan kelompok.
Prof Catur bercerita tentang pengobatan dengan tembakau oleh Prof Sutiman yang berhasil mencegah beliau dari cuci darah. Beliau memiliki 2 putri yang sedang kuliah. Beliau memiliki aktivitas pengelolaan lingkungan di Bedengan dan akhirnya beliau ingat saya dan merekomendasikan al Hikmah untuk mengikuti kegiatan beliau.
Kegiatan pertama yang dilakukan bersama dengan Al Hikmah, karena sekolah lainnya yang ditunjuk tidak merespon. Alhamdulillah saya mendapatkan persetujuan sangat cepat dari U Yus "bagus kegiatannya" kata beliau setelah saya share pamflet dari bu Endang. Lancar dan beliau langsung memberikan surat tugas 10 siswa dan saya serta U Wildan. Memesankan angkot juga sebagai sarana keberangkatan ke Bedengan.
Bedengan sangat ramai pengunjung di hari Ahad, kami sempat tertahan sebentar di pintu masuk menunggu antrian mobil masuk. Saat di area juga sangat heboh karena beberapa tim membawa soun yang menggelagar melebihi batas ambang pendengaran normal, jantung serasa ikut bergetar saat di dekat sound tersebut. Bu Endang bilang "ini perlu dibawakan alat tes kekuatan suara, karena membuat penghuni asli bedengan menjadi tidak nyaman, padahal kita ini pendatang kok malah bikin tidak nyaman penghuni asli, itu sebuah kedholiman". Kami akhirnya membuat forum yang agak jauh dari kelompok yang berjoget dangdutan. Hal ini menyebabkan acara yang tadinya jam 8.30 mulai menjadi jam 9.30.
Pembukaan acara yang sangat menggugah hati adalah pernyataan pak dosen bahwa melestarikan lingkungan adalah FARDU KIFAYAH, maka aktivitas apapun yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan yang seakan itu adalah aktivitas dunia namun akan mendapatkan pahala dan ridho Alloh.
Selanjutnya adalah pengarahan kegiatan mencari bentos oleh pak Dr. Pur sebelum melaksanakan perjalanan ke sungai bagian hilir dan hulu. Mencari bentos di bawah batuan dilakukan oleh kelompok kelas 11 dan kelompok kelas 10 mencari di akar tumbuhan air. Bentos sebagai bioindikator kualitas air karena geraknya lambat sehingga akan terdampak secara langsung jika ada perubahan lingkungan. Pencarian ini dipakai alat yang sederhana dan murah dengan piring plastik warna putih supaya bisa terlihat jelas dan juga ember untuk menampung bentos yang diperoleh. Kuas untuk mengambil bentos dari batuan dan juga memisahkan dari kumpulan bentos yang banyak. Saringan teh untuk menjaring bentos dan tak lupa lup sebagai alat bantu identifikasi. Alatnya sederhana dan murah, supaya menjadi ide buat pengusaha Bedengan untuk Eduwisata.
Kegiatan mengamati biodiversity di bedangan dengan melakukan penjelajahan sepanjang jalan. Kami mendapatkan informasi berbagai jenis tumbuhan dan hewan yang sebelumnya belum pernah dilihat oleh siswa kami. Misalnya daun anti pikun Centela, Equisetum/paku ekor kuda untuk mendeteksi kelembaban tanah yang bentuknya tidak seperti ekor kuda, lebih seperti bambu kurus. Tumbuhan yang mampu hidup di batuan, dia sangat sederhana hanya membutuhkan sedikit nutrisi. Membuktikan bahwa alloh maha memberi Rezeki. Tak sia-sia fungsinya sebagaai pengikat batu yang posisinya tegak dan bahkan sampai membentuk gua
Prof Endang yang semangat banget, terlihat dari jalannya menyusuri hutan sangat cepat mengalahkan murid dan dosen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar