Kamis, 29 Juli 2021

My Royco

 

My Royco

“Mail, kamu kalo gak ada umi gak pernah makan ya?” Pertanyaanku penuh heran karena dia yang biasanya gak suka nyemil, tiba-tiba makan asinan buah yang pedas, manis dan asem sambal huah huah.

“Iya mi, males makan”

“Lha trus kalo ada umi jadi suka makan? Berarti umi kaya penyedap rasa dong”

“Emang” jawab dia dengan tersipu malu

“Umi juga punya penyedap rasa Il, dia adalaaaaaah Mbah Ti, kalo pulang Blitar masakan mbah Ti itu yang paling enak, umi gak mau makan di warung manapun sebelum sampai rumah dan manyantap masakannya Mbah Ti. Umi rela menahan lapar dan gak pingin blas Ketika abi dan mbak Sari serta mas Riza andok rujak ato bakso. Habis itu umi kebanyakan makan dan kentutnya umi luar biasa joss, namun hebatnya perutnya umi, sedikit kenyang maka umi langsung BAB. Jadiii bisa makan lagi deh”

Kini sejak emak sakit tidak bisa masak, rasanya jadi males makan. Emakpun kalau aku yang masakin kurang suka, makanya aku sering beli makanan, toh di blitar harga 500 gorengan sudah besar. Sego ampok lauk iwak asin 3 ekor sak jempolan, urap godong telo sepe dan kecambah serta dau kates tambahin dengan lodeh buah kates mak nyuuussss. Harganya cumin 3000. Anak2ku suka banget, masing-masing habis 2 bungkus. Jam 6 sarapan, jam 9 makan kedua kalinya. Begitulah kehidupan di Mberjo.

Aku pulang kampung lebaran ini sampai Sumbringin jam 7.30, beli buah kates yang siap dioseng-oseng, sudah dirajang kecil2 harganya cumin 2000. Aku langsung masak dengan bayangan enaknya masakannya emak. Jadilah masakan 1 wajan keci, heran aku 2000 aja kok banyak, “lha iyo mas makane lodeh kates sak plastic 1000, lha buahe siap masak wae 2000, masyalloh kit atua di Mberjo ae mas” begitu aku bicara sama suamiku. Masakan sudah siap aku santap, eeeehhh rasanya gak bisa seenak masaknnya emak. Kecewa aku dengan diriku sendiri dalam hati, namun syukur suamiku masih doyan. “Jadi males akum asak mas, lebih baik beli saja deh”

Itulah yang aku suka dari suamiku, dalam hal makan dia persis bapakku, gak pernah mencaci makanan, bahkan makananya emak adalah kesukaannya bapakku. Sejak emak tidak bisa masak, bapak makin sulit makannya karena merasa kurang cocok dengan masakan adekku dan kalau belipun juga kurang cocok. Bapakku paling anti kalau jajan di warung. Beliau menasihati aku “we ngerti? lek neng warung ki nyuci piringe urung mesti lek suci, digrujuk banyu mili iku ngono sek najis. Lek pas bahan masakane ugo urung tentu digrujuk banyu, lek masaakane emak kan, mesti wes disuceni, durung maneh uwong iku lek senengane neng warung ki kurang adab, ora sopan, ora duwe isin”.

 Aku juga mikir saat itu, apa hubungannya makan di warung dengan itu semua, kalau hal kesucian memang aku liat nyata. Pemilik warung kecil pastinya punya air terbatas sehingga mencuci piringnya memang tidak diklucur air, bahkan aku pernah melihat rombong bakso keliling, timba cucian piringnya sudah berminya dan berwarna merah oleh saos, langsung diangkat dan dilap dengan kain. Secara logika musin covid, kalau pelanggan sebelumnya OTG kemungkian besar virusnya masih mempel di piring dan lap yang juga kurang bersih…hihihih ngeri. Benar banget bapak tidak suka makan di tempat umum.

Terkhusus Mail, dia anaku yang paling ngalem sama aku, sejak bayi kalau nangis hanya diam kalau aku gendong. Kini makanpun kalau aku duduk dia pasti duduk dipangkuanku. Dan 5 anakku yang lainnya sukanya minta dulang, kalau kumpul, satu piring makan berenam, sampai-sampai ambil makannya 6 kali juga.


Hima mengerjakan tugas akhirnya "Sistem Pencernaan"


Perjuangan belajar di era pandemi









Petuah Pahlawanku

 Nasehat Bapakku

👐QS 12 : 33

Dunia itu penjara bagi orang beriman

 

Sebagaimana do'a nabi Yusuf di QS 12 : 33👉Wahai Tuhanku!  Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka.....

 

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim no. 2392)

 

Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim menerangkan, “Orang mukmin terpenjara di dunia karena mesti menahan diri dari berbagai syahwat yang diharamkan dan dimakruhkan. Orang mukmin juga diperintah untuk melakukan ketaatan. Ketika ia mati, barulah ia rehat dari hal itu. Kemudian ia akan memperoleh apa yang telah Allah janjikan dengan kenikmatan dunia yang kekal, mendapati peristirahatan yang jauh dari sifat kurang.

 

Pernahkah kita merasa bahwa sudah nyaman dg keadaan kita? Jika ya mari kita menelaah ayat QS 12 : 33 dan hadist ini

Klo hadist dan ayat ini berbicara dunia adalah penjara bagi mukmin, mungkin kita merasa nyaman hidup di penjara? 🤭

Pemahaman sy jika kita aman berarti kita  kategori ga beriman😔dan sy menyakini itu dg merujuk ke ayat QS 29 : 2 tdk akan dibiarkan berkata beriman sebelum Allah uji🤭 dan selalu di ganggu dari segala arah sesuai MOU Allah dan setan QS 7 : 17 jika kita tetap teguh godaannya di tingkat QS 17 : 64 berpasukan dan berkuda 🏃🏿🏃🏿🏃🏿️semakin mendekat kepada Allah di QS 6 : 112 di sediakan musuh....artinya orang mukmin selalu di uji agar berusaha semaksimal mungkin utk terhindar dari setiap godaan dan  bersabar dari maksiat dengan menahan diri. Karena

dunia ini adalah penjara bagi kita di dunia. Di akhirat kita akan peroleh balasannya.

Dunia itu penjara bagi orang beriman. Apa maksudnya?

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ »

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim no. 2392)

Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim menerangkan, “Orang mukmin terpenjara di dunia karena mesti menahan diri dari berbagai syahwat yang diharamkan dan dimakruhkan. Orang mukmin juga diperintah untuk melakukan ketaatan. Ketika ia mati, barulah ia rehat dari hal itu. Kemudian ia akan memperoleh apa yang telah Allah janjikan dengan kenikmatan dunia yang kekal, mendapati peristirahatan yang jauh dari sifat kurang.

Adapun orang kafir, dunia yang ia peroleh sedikit atau pun banyak, ketika ia meninggal dunia, ia akan mendapatkan azab (siksa) yang kekal abadi.”

Al-Munawi rahimahullah dalam Mirqah Al-Mafatih menjelaskan, “Dikatakan dalam penjara karena orang mukmin terhalang untuk melakukan syahwat yang diharamkan. Sedangkan keadaan orang kafir adalah sebaliknya sehingga seakan-akan ia berada di surga.”

Jadi bersabarlah dari maksiat dengan menahan diri. Karena dunia ini adalah penjara bagi kita di dunia. Di akhirat kita akan peroleh balasannya.


Sumber 
https://rumaysho.com/11513-dunia-itu-penjara-bagi-orang-mukmin.html

Masyaallooh aku ingat sekali bapak selalu menasehatiku dengan hal di atas. Saat itu aku menentang dalam hati “wah berarti tidak boleh bergembira dong di dunia ini, wah gak enak ya jadi kaum muslimin, wah hidup ini tidak bebas dong” banyak lagi pertemtangan dalam batinku. Ternyata memang bapakku benar dan gurunya mbah Toyib insyaaloh benar. Bapak mengamalkan juga pemikiran itu sehingga bapak seakan tidak memiliki keinginan apa-apa terhadap dunia ini. Bapakku selalu mengingatkan kami dengan ibadah terutama sholat.

Bapak sosok sederhana yang tidak ingin belajar naik motor, beliau trimo dibonceng saja. Padahal teman-temannya banyak yang awalnya tidak bisa naik motor dan akhirnya saat sudah jamannya punya motor bebek belajar dan bisa. Pak Dul Latif, pak Turut, semua dulu bisanya naik sepeda kebo, namun saat semua sudah banyak yang memiliki motor bebek, beliau bisa dan bapak tetap tidak mau belajar “aku ngene wae wes trimo” selalu kalimat itu yang beliau ucapkan.

Bapak nrimo dalam hal pakaianpun tidak pernah berminat untuk membeli, kecuali itu diberi oleh kakaknya pak puh Sartam dan pak puh Sarji serta adeknya pak Lik Marsid. Bapak nrimo bajunya beberapa saja. Saat kami sudah mampu untuk membelikan baju bapak bilang “nyapo klambi akeh-akeh, repot umbah-umbahe”. Demikian juga dengan sandal, kalau lebaran kami ingin membelikan sandal jawabnya “gae opo iku lo sek onok”. Bapak hemat kalau pakai baju dan sandal karena hanya dipakai saat pergi, sementara beliau jarang pergi jauh. Perginya bapak ngaji, beli tembakau di langganannya atau ke rumah pak Puh ndan pak Lik.

Saat kami sudah punya uang untuk memberi sedikit uang saku buat bapak “gae opo duit? Poko wes pok sediani rokok wes cuku gae bapak” Terkadang bapak minta uang emak hanya saat jumatan buat mengisi kotak amal di masjid. Uang yang kami berikan kadang bua nyangoni teman-temannya kerja bersama sulu misalnya , Pak Sarji. Akhirnya uang itu diberikan pada cucu-cucunya dan setelah 2 tahun meninggal adekku menemukan uang yang sering kami beri di bawah dipan, di antara sela-sela bajunya bapak. Benar-benar bapak tidak menginginkan dunia.   


                                                            Beliau yang sudah ogah makan

Matursuwun bapakku pahlawanku 


Definisi Cita-citaku

Definisi Cita-citaku 

Berawal dari doktrin emakku, "kowe disekolahne emak ben iso oleh kerjo nduk". Sederhana memang cita-citanya emakku, karena latar belakang beliau dulu yang tidak bekerja sehingga menggantungkan hidupnya dari bapakku. Bapakku pun juga sudah berbagai bidang pekerjaan coba digeluti, mulai dari tidak punya pekerjaan tetap sehingga membantu embahku mengelola kecambah untuk dijual ke pasar. bapakku bagian menyirami biji sehingga menjadi kecambah dan membersihkan rumah embahku.  Mbaltik sepeda pancal di pasar sepeda juga pernah dan terakhir mengelola sawah pertanian punya pak Puh. Kalau bapak seh sering menasehati aku " kowe lek sekolah agama seng tenanan, lek pelajaran agama kudu oleh 100, pelajaran liyone sak ngisore ra popo". Bapakku menasehati lagi "bapak ora iso marisi bondo nang kowe, meng sekolaho seng tenanan"

Aku belum mengerti betul saat itu, namun aku hanya berusaha sekolah serius hingga di tiap kelas yang aku lalui aku selalu juara 1 sd 3 dan pernah juara 4 itupun karena aku adaptasi di SD baru yaitu SDN Bendo 2. Aku hanya senang kalau bisa juara 1, walaupun saat itu bapakku tidak merasa bangga di depanku. Namun aku pernah mendengar bapakku membicarakan prestasiku saat berbincang dengan temannya. Aku hingga SMA punya cita-cita yang berganti2 mulai dari jadi guru TK seperti bu Carik yang sabar menghadapi kerewelanku. jadi polisi yang langsing dan cantik, jadi pegawai bank yang bersih dan banyak duitnya, jadi dokter yang inginku bisa menolong orang. Jadi guru BK karena aku mengidolakan Pak Agus guru BK nya kakak kelasku namun aku suka curhat dengan beliau.  Intinya aku ingin bekerja yang selalu berinteraksi dengan orang tapi aku tak tahu profesi apakah itu. 

Akhirnya aku mencoba menjadi guru Les saat aku semester 5 dan ternyata aku senang walau bayarannya 1 bulann 8x pertemuan cuman 50 ribu belum lagi aku harus naik angkot di Malang yang agak jauh dari tempat kosku dan akhirnya pulang nginap di Mas Yan untuk silaturohim. Setelah lulus S1 aku juga memberikan les di Sumberingin. kemudian aku menikah dan mencari kerjapun juga sebagai guru SD Islam raden patah Semolowaru dengan gaji 125 ribu sampai aku melahirkan sari di Blitar dan aku berhenti. Kembali ke Surabaya melamar di Al Hikmah gagal dan diterima di SMP Muhammadiyah Gadung selama 3 tahun dan akhirnya menjadi guru Al Hikmah sampai sekarang.

Aku ternyata senang menjadi guru, itu adalah profesi yang aku inginkan selama ini belum terdefinisi. Aku berpikir bahwa semua orang itu kepingin jadi guru. Lihat saja dalam suatu pembicaraan ibu-ibu, pasti semua orang ingin menularkan pikirannya ke orang lain. Itu kan artinya pingin mengajari, yaaahhh paling tidak mengajari anaknya sendirilah. Menjadi guru adalah "pewaris nabi" itu yang selalu didengungkan oleh ketua yayasanku ustd Kadir Baraja. Menjadi guru adalah pekerjaan yang paling mudah untuk mengajak orang lain, baik mengajak kebaik maupun penyelewengan,....hehehe kalau mau seh. Menjadi guru adalah mengerem hawa nafsu, karena menjadi contoh buat murid kita, kalau kita berbuat jelek atau tidak berbuat maka kita akan kena hukum Alloh "kaburo maktan indalloh" Alloh membenci orang yang omdo tapi tidak doing something. 

Secara keduaiawian seh, dengan kita bekerja apapun itu, paling tidak tidak menggantungkan uang pada suami, orang tua bahkan orang lain. kalau mau sedekah tidakmusah ijin suami, atau ortu karena kita punya uang sendiri. Bahkan mulia lagi kalau uang kita sedekahkan ke keluarga, untuk membantu suami menyekolahkan anak kita, maka ketika anak kita bisa menyekolahkan anaknya lagi karena ilmu yang kita bekalkan akan merupakan amal jariyah. Itu yang aku belajar dari emakku hingga beliau bekerja keras untuk menyekolahkan aku dan adekku hingga kini kami bisa mandiri dari mengharapkan blanja suami. 


                                                                        Definisi Cita-citaku


Bekerja menjadi guru ternyata bisa mengambangkan diri untuk pendidikan anak-anak kita juga, sehingga sekalian kita pinter mendidik murid juga untuk mendidik anak-anak kita. Bahkan kepala sekolahku ustd Edi dan ustd Mim selalu membekali semangat kami dengan ucapan "kalau kalian memperhatikan, menjaga dan mengurusi murid kita, pasti Alloh akan mengursi dan menjaga anak biologis kita". Masyaalloh suatu petuah yang mengutakan keimanan dan memotivasi untuk selalu baik dalam mengelola murid dan aku membuktikannya sendiri, betapa aku bersyukur 5 anakku mau mondok. Kalau aku sambungkan ternyata cita-cita bapak dan emakku itu terhubung dengan petuah para pimpinanku di Al Hikmah. Sampai-sampai suamiku tidak mengijinkan aku untuk jadi guru PNS "kamu belum tentu akan lebih baik, di sini kamu berkumpul dengan lingkungan yang baik". 

Bekerja apapun itu akan membuat kita mempunyai wawasan lebih luas, karena kita bertemu dengan banyak orang dan dari komunikasi itu kita harus bisa belajar. Komunikasi kita dengan orang lain hendaknya membuat kita lebih dewasa dalam menghadapi segala hal. Karena hidup kita itu penuh dengan tantangan yang hanya akan bisa kita lewati dengan sikap dewasa dan keimanan. Hal ini juga akan membuat suami kita bangga lo dengan istrinya. Punya istri yang wawasannya luas, nyambung kalau diajak bincang-bincang. Bahkan bangga kalau punya istri berprestasi. Yaaa sedikit nyombong boleh ya....banyak teman kerjaku yang seakan bilang WOW dengan prestasiku. Anakku banyak namun kerja di sekolah juga gak keteteran.   

Agak keduniawian juga seh, wanita bekerja agak terlihat berbeda penampilannya di hadapan suami. Kadang pakai blazer, kadang pakai daster....kadang pakai gamis kadang pakai baby doll yang menggoda suami. Jadi ada variasi di depan suami yang terbiasa melihat diluar sana koleganya dengan berbagai dandanan. 

Bekerja membuat suami kita lebih menghargai kita, walaupun memang tingkat kecapeannya pasti 2x lipat. Ini aku rasakan sejak WFH seakan hilang rasa capek badanku walaupun aku di rumah juga mengajar dan mengurusi hal sekolahanku yang cukup padat, namun hal ini sedikit membuat capek-capek hilang. Suami menghargai dengan cara membantu urusan rumah kita, kita kerjakan besama dan itu menambah keromantisan. Andai aku tidak kerja pasti suami memasrahkan semua perkejaan rumah padaku dan itu hal yang tidak ringan lo. Jadi ibu rumah tangga itu tiada habisnya kerjaan, belum lagi kalau gak beres pasti akan kena "batin" suami "orang kerjaan dirumah ae kok rumah ra beres". Ya Alloh memeleh keringat dan air mata andai aku dikatain begitu.

 

Aku menghargai karya temanku


Bersama Al Hikmah yang penuh Berkah